Kalau bicara soal server bisnis, pasti banyak yang langsung mikir: “Waduh, ribet nggak, sih? Mahal nggak, sih?” Padahal ada opsi colocation server yang sebenarnya bisa jadi solusi tengah, terutama kalau modal terbatas tapi tetap pengen punya kontrol penuh atas server sendiri. Bayangkan colocation seperti nebeng parkir mobil mewah di garasi orang lain, tapi mobilnya masih milik kita sendiri. Tempatnya aman, listrik stabil, AC dingin, segala tetek-bengek keamanan ada, tapi kita nggak harus keluar duit buat bangun garasi dari nol. Infrastruktur kuat dari CBTP siap menjaga server Anda tetap stabil dan online 24/7.
Sering banget orang abai soal listrik dan backup, baru nyadar penting pas server mati gara-gara listrik padam. Di data center colocation, provider udah siapin listrik cadangan, UPS, bahkan sampai genset monster. Pernah satu klien cerita, sewaktu kantor mati lampu, dia ngira habis sudah data perusahaan. Ternyata server di colocation masih nyala manis. Dari situ dia langganan dua rak sekalian—jadi kayak naruh berlian di brankas bank, tidur pun tenang.
Maintenance juga sering bikin pusing. Kalau servernya di kantor, admin IT harus selalu on, bahkan di hari libur atau tengah malam. Di colocation, bagian “rewel” kayak gini diambil alih tim data center. Kalau butuh ganti hardware, tinggal kirim spare part atau minta bantuan remote hand. Kadang, alasan memilih colocation bukan soal teknis doang, ada juga yang cuma pengen ngurangin keluhan tetangga karena suara fan server kayak pesawat jet mau take-off.
Ngomongin biaya, colocation memang butuh keluar uang bulanan, tapi dibanding bangun dan rawat server room sendiri, jatuhnya malah lebih setara. Tidak perlu mikir biaya listrik yang kadang bikin jantungan, tidak pusing AC rusak, tidak harus manggil tukang buat perbaikan kabel setiap bulan. Semua sudah termasuk dalam layanan. Kalau ada problem, tinggal WhatsApp atau email—responsnya sering lebih cepat daripada tukang bangunan dipanggil untuk benerin atap bocor.
Untuk bisnis yang datanya bagaikan nyawa, colocation jadi pilihan menengah yang masuk akal. Bisa pegang kendali perangkat sendiri tanpa harus membangun infrastruktur besar-besaran. Beda dengan cloud, di colocation kamu tetap bisa colok dan copot hardware sesuka hati—nggak was-was data dicomot provider.
Satu hal yang sering diabaikan: jaringan internet. Di colocation, akses internet biasanya bukan kaleng-kaleng. Mulai dari beberapa provider yang standby, sampai DDoS protection. Mau akses dari Surabaya ke Makassar, tinggal atur router, semua lancar. Pernah iseng tes speedtest di data center, hasilnya bikin ngiler. Belum lagi soal IP publik yang melimpah, beberapa data center bahkan kasih opsi peering lokal gratis.
Ada juga perusahaan yang pilih colocation karena alasan keamanan fisik, bukan sekadar suhu ruangan. Di kantor, kadang server letaknya nyempil di bawah meja manajer, gampang dijangkau siapa saja. Di colocation, perlu ID card, verifikasi sidik jari, plus CCTV 24 jam. Maling lewat aja mungkin bakal balik kanan.
Tidak semuanya tentang sisi teknis. Ada hiburan kecil juga. Mampir ke data center jam dua pagi, kadang ketemu sesama admin IT, curhat bareng, saling ngopi di dispenser kopi gratis data center. Kadang, kocek serasa mahal, eh… pas kena masalah baru sadar, kalau investasi di colocation itu seperti beli asuransi mobil mewah.
Jadi, colocation server itu bukan hanya sekedar soal “sewa ruang buat server.” Di balik pintu baja data center, tiap klien bisa fokus kerja, tanpa harus mikirin backup listrik, suhu, sampai keamanan fisik. Segala printilan ribet sudah di-handle penyedia. Server tetap milik perusahaan, kontrol di tangan sendiri. Titik.